Sutradara : Herwin Novianto
Produser : Dedi Mizwar
Gatot Brajamusti
Bustal Nawawi
Pemeran : Osa Aji Santoso (Salman)
Fuad Idris (Kakek
Salman)
Ence Bagus (Ayah
Salman)
Astri Nurdin (Bu
Astuti –Guru SD)
Tissa Biani Azzahra (Salina –Adik Salman)
Ringgo Agus R (Dokter
Anwar)
Dedi Mizwar (Pejabat Daerah)
Penokohan : Salman, seorang siswa kelas 4 tercerdas
di sekolahnya, polos, mengungkapkan apa yang ia ingin ungkapkan, memiliki rasa
ingin tahu yang sangat tinggi, sangat menyayangi kakeknya, memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi.
Kakek Salman, seorang Kakek bekas pejuang
perbatasan ketika masa perang Indonesia, memiliki rasa nasionalisme dan
patriotisme yang tinggi, memiliki prinsip untuk tetap hidup di Indonesia
bagaimanapun keadannya, menyayangi cucu dan anaknya, diam-diam sering merasa
bangga pada cucunya –Salman.
Ayah Salman, berbeda dengan ayahnya, Ayah
Salman justru tidak memiliki rasa nasionalisme dan patrotisme yang tinggi, ia
lebih memilih tinggal dan hidup di negri orang, tega meninggalkan ayahnya
sendirian di Kalimantan, menyayangi anak-anaknya, sedikit egois.
Bu Astuti, seorang Guru SD yang tegas, sabar,
menyayangi murid-muridnya, cerdas, tidak mudah tergoda oleh lelaki.
Salina, adik Salman yang masih lugu, mudah
terpengaruh oleh bujukan-bujukan manis ayahnya, menyayangi kakek dan kakaknya.
Dokter Anwar, berdedikasi tinggi, cukup
memiliki rasa nasionalisme, sabar, baik hati, lucu, jatuh cinta pada Bu Astuti.
Pejabat Daerah, sempat terkesan oleh usaha
masyarakat untuk mendapat bantuan, namun tiba-tiba berubah pikiran karena
merasa tersindir oleh puisi ciptaan Salman yang mengisahkan tentang carut
marutnya Indonesia secara lugu namun lugas, egois.
Tema : Nasional dan Sosial. Hal ini
tergambar dari pengambilan latar yang berada di daerah perbatasan, penceritaan
para tokoh yang menjadi masyarakat perbatasan yang hampir tidak memiliki rasa
nasionalisme. Namun walaupun begitu ikatan batin yang terjalin antar
masyarakatnya sangat erat dalam kehidupan sosialnya.
Latar : Kalimantan Barat, daerah
perbatasan antara Negara Indonesia dan Malaysia. Hal ini digambarkan secara
jelas dalam film. Selain itu terdapat juga latar pedalaman yang digambarkan
dengan hutan lebat, jalan setapak, danau, serta bangunan-bangunan tradisional
masyarakat, bahkan bangunan sekolah yang hampir tak layak pakai.
Alur : Film ini menggunakan alur
maju. Digambarkan dengan kekronologisan cerita yang diungkap dengan sangat
runtut. Walaupun terdapat beberapa tokoh yang menceritakan atau membayangkan
masa lalunya, namun itu tidak berlangsung lama, hanya sekilas sehingga tidak
dapat dikatakan bahwa film ini beralur campuran ataupun flashback.
Dabing : Teknik dabing yang terlihat di
film ini sangat tidak mengecewakan. Ketepatan antara pelafalan, suara yang
muncul serta gerak bibir tokoh yang sedang berbicara membuat teknik dabing yang
digunakan dalam film ini sempurna.
Teknik Pengambilan
Gambar : Dalam beberapa scene, terlihat
bahwa kameramen sengaja hanya membidik salah satu tokoh sedangkan latar diblurkan. Hal ini membuktikan bahwa dalam
pembuatan film ini, kamera yang digunakan merupakan kamera berkkualitas tinggi.
Selain untuk menonjolkan keestetisan dalam pengambilan gambar, hal ini juga
memudahkan penonton untuk memfokuskan pandangannya hanya pada satu objek
walaupun sudut pengambilannya sangat luas. Selain itu, pengambilan gambar tidak
terlihat goyang sehingga tidak membuat penonton pusing ketika menontonnya.
Ketika pengambilan gambar untuk setting waktu malam hari, tidak hanya gelap
yang terlihat, melainkan objek-objek juga tetap terlihat jelas walaupun
latarnya gelap. Tentu saja hal ini menambah lagi nilai plus untuk film ini.