Jumat, 16 September 2011

Manusia tanpa peri'kemanusiaan’–apakah masih dapat disebut manusia?-





            Beberapa hari yang lalu, tepatnya Rabu sekitar pkl 06.45, handphone-ku bergetar singkat menandakan ada pesan singkat yang masuk. Dengan mata setengah terpejam (aku tidak berangkat sekolah hari iti) aku mengambil handphone yang terletak di sebelah bantalku lalu membuka pesan. Dari seorang sahabatku.
            From   : Mamaher
            Ting berangkat nggak ?
            Aku membalasnya
            For      : Mamaher
            Nggak
            Aku sudah berniat memejamkan mataku lagi, mendung dan titik-titik kecil rinai pagi itu membuatku benar-benar terlena dalam kantuk. Namun lagi-lagi handphoneku bergetar singkat.
            From   : Mamaher
            Untung, ada kecelakaan. Murid SMA N X.
            Aku tidak membalas pesan singkat itu. Kali ini aku mematikan handphone, memejamkan mataku yang terasa sangat berat.

*          *          *

            Hari ini, Jum’at 16 September 2011. Aku beserta teman-teman senior paskibra di sekolahku mengadakan rapat untuk membahas acara Malam Tegak Disiplin (baca MTD) besok. Setelah semuanya rapi dan terbilang sempurna, kami mengakhiri rapat itu.
            Beberapa temanku langsung meninggalkan ruang rapat, pulang. Tinggal aku dan 7 orang temanku yang masih memakai sepatu sedikit berbincang.
            “Eh, tau nggak cerita soal anak yang meninggal kecelakaan kemarin lusa itu?” Tanya seorang temanku.
            “Aku tau! Jadi gini ceritanya, pagi itu sekitar jam 6.50, si korban mau berangkat ke sekolahnya yang berjarak sekitar 10 km dari rumahnya. Dia naik motor. Nah karena dia takut telat mungkin, dia naik motor itu ngebut. Mau nyelip motor di depannya, eh malah jatuh. Jalanan licin soalnya kan habis hujan. Nah pas dia jatuh, sebenernya dia masih nggakpapa, cuman ironisnya nggak ada orang yang mau nolongin dia bangun. Nah dari arah berlawanan ada bis, karena kaget, bisnya udah nggakbisa berhenti, yaudah deh... bisnya tetep jalan, dan si korban kelindes.” Satu lagi temanku yang lain menjelaskan rinci.
            “Hiiiiiiisss....” Tanggap teman-temanku yang lain, miris.
            “Yaampun, kasian ya...”
            “Tapi coba deh, kalo misalnya ada orang yang ngebantuin si korban berdiri, pasti dia masih sempet ketolong, nggak akan ketabrak bis.”
            “Kok nggak ada yang mau nolong sih ya? Padahal kan pasti banyak orang!”
            “Mungkin orang-orang rasanya pengen nolong, tapi mereka kuatir kalo mereka nolong ntar malah ikut kena kasus.”
            “Tapi kan kalo nggak salah kenapa harus takut. Kalopun toh di periksa pasti juga akan dibebasin. Dan si korban pasti tetep bakal ngebelain yang nolong.”
            “Iya sih ...”
            “Eh tapi sumpah ya si korban kasian banget. Habis kecelakaan tu jasadnya nggak langsung di bawa ke rumah sakit tapi dibiarin di pinggir jalan doang.”
            “HAAAA?! MASAAAK?!” Jeritku dan teman-teman kaget.
            “Ya Allah... Manusia sekarang kok hati nuraninya udah nggak jalan ya.”
            “Hmm... begitulah. Tapi udah jalannya gitu, mau gimana lagi.”
            “Makanya besok kalo pada pergi naik motor ati-ati ya.”
            “Kalo kaya gini rasanya jadi keinget omongannya orangtua pas kita mau berangkat sekolah disuruh ati-ati tapi kadang-kadang kita bandel.”
            “Jadi pelajaran hari ini adalah...”
“Jangan terburu-buru melakukan sesuatu.”
            “Hati-hati pas naik motor.”
            “Nurut omongan orang tua.”
            “Dan tolonglah oranglain ketika ia membutuhkan.”
            “Satu lagi, gunakan rasa kemanusiaan kita karena kita adalah manusia. Kalo kita nggak punya perikemanusiaan apa masih pantes kita dipanggil manusia?”
            “Betul sekali!”
“Udah yuk pulang.”
            “Dadaaaah temen-temen.”
            “Daaaaaaaah....”

Sabtu, 10 September 2011

dan rindu --bersemayam dalam lingkaran tak bercelah--


tika senja menjelma indah
aku terbelenggu resah
terpenjara gundah
berselimut gelisah.
Marah

ah
rindu lagi lagi maju
membalut kalbu
yang tak kunjung bertemu.
Semu

oh hati
sunyi
basi.
Namun tak mati

kerna kangenku melantun merdu
dan rindu
bersemayam dalam lingkaran tak bercelah. Kamu