Sabtu, 26 November 2011

aku+kamu=sahabat, kamu+dia=kekasih, aku+dia=? *cerpen dengan teknik dia yang malang*

          
            Aku melihatnya berhenti di depan gerbang bercat oranye yang setengah terbuka, menatap gedung di belakangnya yang ramai dengan orang-orang yang tidak asing. Kubiarkan saja dia mematung di sana. Aku tidak memanggilnya, hanya menunggunya sambil tersenyum. Di wajahnya tersirat rindu yang sangat dalam, namun matanya memancarkan kesedihan. Aku bisa melihatnya. Tentu saja, aku sangat mengenalnya, lebih dari 3 tahun yang lalu.
            Lima menit dia terdiam, aku melihatnya menghela nafas, lalu memejamkan matanya sejenak, setelahnya, ia melangkahkan kaki, masuk ke dalam gedung yang berspanduk “Reuni SMP Cempaka angkatan 16”.
            Aku langsung menyambutnya dengan pelukan hangatku setelah ia sampai di depanku. Senyum kami sama-sama mengembang. Aku sangat merindukannya.
            “Apa kabar sahabat tercintaku yang menghilang di negri Antah Berantah?” Godaku sambil melepas pelukan.
            “Baik Tuan Putri yang sedang bersenang-senang di negri dongeng.” Balasnya tak kalah menggoda sambil tersenyum manis. Membuat lesung pipinya terlihat jelas.
            “Sama, kok nggak dateng sama Kevin?” Tanyaku spontan setelah lama putus komunikasi karena sahabatku ini pindah dan ganti nomor HP tanpa memberitahuku.
            “Aku udah putus.” Jawabnya singkat dengan tatapan sedih yang membuatku menyesal telah menanyakan itu.
            “Maaf  Ge, aku nggak tau. Yaampun jangan sedih gitu dong.” Ucapku merasa bersalah.
            Geren dan Kevin adalah pasangan legendaris, siapapun yang bersekolah di SMP Cempaka pasti tau hubungan mereka. Hubungan yang terjalin sejak kelas 2 hingga lulus. Bahkan setelah kami lulus, adik-adik kelas masih membicarakan gosip-gosip tentang mereka, mungkin sampai sekarang.
            “Nggakpapa Ve, aku udah kebal kok sama pertanyaan itu. Saking seringnya ditanya gitu kali ya. Hahaha.” Jawabnya tanpa bisa menyembunyikan nada suaranya yang bergetar.
            Aku menggandengnya duduk di kursi yang jauh dari teman-teman SMP yang lain.         
            “Mau cerita, Ge?” Tanyaku hati-hati.
            Geren mengangguk sambil tersenyum.
            Aku bersiap-siap untuk mendengarkan ceritanya yang sebenarnya membuatku cukup terkejut ketika tahu Geren putus dengan Kevin.
            “Kami putus kelas 1 SMA. Sebenarnya ini salahku. Kami bersekolah di SMA yang berbeda, jalur yang kami lewati juga berlawanan. Sulit untuk bisa sering bertemu. Ya walaupun sebenarnya kesulitan itu aku sendiri yang membuat. Kevin masih sering mengunjungiku di rumah. Namun tidak sesering dulu ketika dia selalu mengantarku pulang tiap pulang sekolah. Tentu saja aku mengerti itu, aku juga tidak memaksa. Awalnya, itu berlangsung lancar. Sampai suatu ketika, aku berteman dengan salah satu anak basket di sekolahku. Namanya Rey. Dia keren, tinggi rata-rata pemain basket, dan kocak. Aku merasa terhibur setiap kali bersamanya. Mungkin karena Kev jarang sekali mengajakku bercanda. Dia terlalu serius. Maka itu aku sangat terhibur ketika bersama Rey. Mulanya aku tidak terlalu tertarik dengannya. Aku hanya menganggapnya teman. Hanya teman. Namun ternyata teman-teman SMA-ku menganggap kami pacaran, karena kami sering jalan berdua ke gerbang. Aku juga menyadari ada perubahan pada sikap Rey. Dia selalu salah tingkah ketika teman-teman menggoda kami. Aku GR. Aku merasa Rey benar-benar menyukaiku. Kamu tahu sendiri kan Ve, gimana aku kalo udah GR? Aku lupa, tepatnya sengaja melupakan aku sudah punya pacar. Aku menanyai Rey tentang perasaannya padaku lewat sahabatku di SMA. Ternyata benar, Rey menyukaiku. Hatiku melayang saat itu. Aku mulai bosan dengan Kev yang terlalu kaku. Akhirnya aku bertanya langsung pada Rey untuk memastikan. Dan Rey bilang, ya dia suka aku. Dia menanyaiku, apakah aku juga punya perasaan yang sama. Dan kamu tahu aku jawab apa? Aku jawab, ya aku juga suka kamu. Awalnya aku hanya menggoda, aku menyukainya sebagai teman. Namun lama-kelamaan aku mulai menyukainya sebagai yang lebih dari teman. Aku mulai berhubungan lebih dekat dengannya, kadang-kadang sampai mengucapkan I Love You di SMS sebelum kami beranjak tidur. Suatu saat, aku lupa menghapus SMS dari Rey. Kevin datang ke rumahku, meminjam HP-ku dan membuka-buka inboxku. Aku tidak menyadarinya karena aku sibuk menata tugas yang harus aku buat. Kevin memandangku tajam. Aku mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres. Aku melihat tangan Kev menggenggam erat HP-ku. Darahku langsung mendidih, sekujur tubuhku memanas. Aku takut. Kevin sangat marah, dia bahkan langsung meninggalkan rumah tanpa berpamitan dan menjalankan motornya dengan sangat kencang. Aku menangis. Namun aku tidak menyesal. Aku menyayangi mereka berdua. Esoknya, Kev datang padaku, memintaku menjelaskan semuanya. Sejak kapan aku mengenal Rey, hubunganku dengan Rey, maksudku melakukan semua ini. Aku tidak menjawabnya. Aku hanya bilang, aku mau putus. Kevin tidak menjawab. Aku tidak berani menatap wajahnya. Aku takut dia marah. Namun kemudian, kurasakan sentuhan tangannya yang hangat di kepalaku. Dia membelai rambutku, memegang pipiku lalu mengangkat daguku. Dia tersenyum. Sangat manis. Sampai sekarang aku tidak bisa melupakan senyumannya. Dia bilang, Ok, kita putus kalau itu bisa bikin kamu seneng. Maafin aku kalo selama ini aku belum bisa jadi yang terbaik. Tetimakasih untuk semuanya. Semoga kamu bahagia sama dia. Aku pulang. Belum sempat aku menjawabnya, dia sudah keburu menstarter motornya dan pergi dari rumahku. Setelahnya, aku tidak pernah melihatnya lagi. Aku menyesal. Aku sangat merindukannya.”
            Aku segera memeluknya. Airmatanya tumpah, aku merasakan bahuku basah karenanya. Aku membelai punggungnya dengan lembut.
            “Dan kamu tahu Ve? Rey nggak sekeren yang kukira. Dia nggak pernah bisa menempatkan diri sebagai pacar. Dia selalu lebih mementingkan teman-teman dan basketnya. Aku memutuskannya setelah 3 minggu. Ironis kan?”
            Isaknya sambil melanjutkan ceritanya.
            “Lalu, sekarang bagaimana perasaanmu pada Kev?” Tanyaku pelan sambil memperhatikan sosok laki-laki tampan di balik bahu Geren.
            “Aku masih sangat menyayanginya, aku merindukannya. Aku..., aku menyesal memutuskannya. Aku ingin mendengar suaranya lagi. Aku sangat ingin melihatnya, Ve. Aku menyesal.” Jawabnya jujur.
            Sunyi sejenak, hanya terdengar isakan tangis Ge. Aku tetap mengamati laki-laki yang kini berjalan mendekat.
            “Hai, Ge.” Laki-laki itu menyapa Geren dari belakangnya.
            Spontan Ge langsung melepaskan pelukannya dariku dan menengok.
            “Kev...in...” Ucapnya ragu.
            “Aku tinggal dulu ya.” Aku tersenyum lalu menggenggam sejenak tangan Ge, sambil memandang Kevin, aku berlalu dari sana.
            Aku berlari, jauh dari tempatku bersama Ge tadi. Namun aku masih bisa melihat mereka berdua.
            Kev duduk di depan Ge. Wajahnya menunjukkan kelegaan setelah melihat Ge. Aku tahu Kevin masih sangat menyayangimu Ge. Dia selalu membicarakanmu, dia tidak pernah sekalipun melupakanmu, dia selalu bertanya-tanya di mana kamu sekarang, aku sakit Ge, jujur... Aku sangat menyayangi Kev, aku sempat marah denganmu tadi, namun aku tahu, kamu menyesal, kamu sadar perasaanmu yang sebenarnya pada Kev. Kalian... Ucapku dalam hati. Airmataku mengalir deras di pipi.
            Aku rela Kevin kembali denganmu. Aku bahagia melihat orang yang kusayangi dan sahabat tercintaku menjadi satu dan utuh lagi. Aku bahagia, karena aku tahu kalian juga akan bahagia. Selamat Ge, Kev. Selamat tinggal.
            Lalu aku beranjak dari gedung itu. Sekolah yang memberikan banyak cerita dan kenangan untuk masa tuaku kelak. Kenangan yang sangat indah dan berarti.
          

Lagu ini menginspirasiku :')


            Semalam mataku terpejam dengan jiwa masih utuh dalam raga. Alunan lagu yang dinyanyikan Audy dengan judul Pergi Cinta memenuhi pendengaranku dan masuk ke hatiku. Perih, sesal, sesak mengumpul jadi satu. Bait demi baitnya seperti memang diciptakan untukku.
            Apa kamu ingat, seberapa keras kamu membuatku memperhatikanmu? Apa kamu ingat, seberapa cuek aku dengan sikapmu? Sampai akhirnya sekarang, sekarang aku mulai menaruh perhatian lebih buatmu. Aku mau menjadi kekasihmu, namun aku salah, aku terlalu menyepelekan hatimu. Hatimu yang sungguh serius buatku. Aku menghancurkan itu, hingga akhirnya kamu bersungguh-sungguh untuk pergi.

Terlambatku menyusuri jalan ini
Tersesat di saat kau menjauh
Terlambatku mengartikan cintamu
Kusadari setelah kau pergi
Berat hati menerima kehilanganmu
Tegarkan aku saat kau memilih dirinya
            Aku terlambat untuk menyusuri hatimu, sekarang aku tersesat, aku tidak tahu harus ke mana ketika kau menjauh. Akupun terlambat untuk benar-benar paham akan cintamu, aku menyadarinya setelah kamu menjauh, setelah aku tersesat dan setelah kamu pergi. Sungguh berat menyadari dan merasakan semua itu. Apalagi ketika aku tahu, kamu telah mendapatkan kekasih yang lebih baik dan lebih bersungguh-sungguh dari aku.

            Tapi aku bisa apa? memintamu kembali? Haha, khayal! Kamu memang bersungguh-sungguh ingin memilikiku, namun itu dulu, sebelum aku mengecewakanmu.

Pergi cinta lupakanlah aku cinta
Ku relakan akan dia.. ada dipelukmu
Pergi cinta.. hapus bayanganku.. cinta
Bahagiakan dia.. cinta
Sampai akhir waktu
Engkau bersamanya
            Sekarang, kau boleh pergi melupakanku. Aku rela. Aku rela dia menjadi kekasihmu yang sungguh-sungguh menghargaimu. Aku yakin, setelah kau pergi, bahkan bayangankupun akan terhapus dari hati dan pikiranmu. Aku hanya ingin kamu bahagia, dan jangan kamu lupakan untuk tetap membuatnya bahagia. Bahagiakan dia, cinta. Sampai akhir waktu, engkau bersamanya.

Terlambatku memenangkan hatimu
Setelah kau menyerah padaku
Ku tak tau sampai kini kau berlalu
Tersadari dirimu selalu di hatiku
            Sia-sia jika aku tetap meratap. Aku terlambat untuk memenangkan hatimu, bahkan setelah kamu menyerah padaku. Aku tak mengerti, bahkan ketika hingga kini kau telah berlalu, aku baru tersadar, kamu selalu di hatiku.


Berat hati menerima kekalahanku
Tegarkan aku kini kau menjadi miliknya
Demi Tuhan, berat, sangat berat menerima kekalahan yang kusebabkan sendiri. Sekarang, kamu telah bersamanya. Kamu telah menjadi miliknya. Tuhan, tolong tegarkan aku.
            Kali ini, aku membuka kelopak mataku, memandang fotomu yang masih terpajang indah dalam bingkai di atas meja belajarku. Aku mendengarkan intro sambil mempersiapkan diri dan segenap hati untuk benar-benar merelakanmu. Aku ikut melantunkannya.
Pergi cinta lupakanlah aku cinta
Ku relakan akan dia..
ada dipelukmu
Pergi cinta.. hapus bayanganku..
cinta
Bahagiakan dia.. cinta
Sampai akhir waktu
Engkau bersamanya


Lagu Audy ~Pergi Cinta


Jumat, 16 September 2011

Manusia tanpa peri'kemanusiaan’–apakah masih dapat disebut manusia?-





            Beberapa hari yang lalu, tepatnya Rabu sekitar pkl 06.45, handphone-ku bergetar singkat menandakan ada pesan singkat yang masuk. Dengan mata setengah terpejam (aku tidak berangkat sekolah hari iti) aku mengambil handphone yang terletak di sebelah bantalku lalu membuka pesan. Dari seorang sahabatku.
            From   : Mamaher
            Ting berangkat nggak ?
            Aku membalasnya
            For      : Mamaher
            Nggak
            Aku sudah berniat memejamkan mataku lagi, mendung dan titik-titik kecil rinai pagi itu membuatku benar-benar terlena dalam kantuk. Namun lagi-lagi handphoneku bergetar singkat.
            From   : Mamaher
            Untung, ada kecelakaan. Murid SMA N X.
            Aku tidak membalas pesan singkat itu. Kali ini aku mematikan handphone, memejamkan mataku yang terasa sangat berat.

*          *          *

            Hari ini, Jum’at 16 September 2011. Aku beserta teman-teman senior paskibra di sekolahku mengadakan rapat untuk membahas acara Malam Tegak Disiplin (baca MTD) besok. Setelah semuanya rapi dan terbilang sempurna, kami mengakhiri rapat itu.
            Beberapa temanku langsung meninggalkan ruang rapat, pulang. Tinggal aku dan 7 orang temanku yang masih memakai sepatu sedikit berbincang.
            “Eh, tau nggak cerita soal anak yang meninggal kecelakaan kemarin lusa itu?” Tanya seorang temanku.
            “Aku tau! Jadi gini ceritanya, pagi itu sekitar jam 6.50, si korban mau berangkat ke sekolahnya yang berjarak sekitar 10 km dari rumahnya. Dia naik motor. Nah karena dia takut telat mungkin, dia naik motor itu ngebut. Mau nyelip motor di depannya, eh malah jatuh. Jalanan licin soalnya kan habis hujan. Nah pas dia jatuh, sebenernya dia masih nggakpapa, cuman ironisnya nggak ada orang yang mau nolongin dia bangun. Nah dari arah berlawanan ada bis, karena kaget, bisnya udah nggakbisa berhenti, yaudah deh... bisnya tetep jalan, dan si korban kelindes.” Satu lagi temanku yang lain menjelaskan rinci.
            “Hiiiiiiisss....” Tanggap teman-temanku yang lain, miris.
            “Yaampun, kasian ya...”
            “Tapi coba deh, kalo misalnya ada orang yang ngebantuin si korban berdiri, pasti dia masih sempet ketolong, nggak akan ketabrak bis.”
            “Kok nggak ada yang mau nolong sih ya? Padahal kan pasti banyak orang!”
            “Mungkin orang-orang rasanya pengen nolong, tapi mereka kuatir kalo mereka nolong ntar malah ikut kena kasus.”
            “Tapi kan kalo nggak salah kenapa harus takut. Kalopun toh di periksa pasti juga akan dibebasin. Dan si korban pasti tetep bakal ngebelain yang nolong.”
            “Iya sih ...”
            “Eh tapi sumpah ya si korban kasian banget. Habis kecelakaan tu jasadnya nggak langsung di bawa ke rumah sakit tapi dibiarin di pinggir jalan doang.”
            “HAAAA?! MASAAAK?!” Jeritku dan teman-teman kaget.
            “Ya Allah... Manusia sekarang kok hati nuraninya udah nggak jalan ya.”
            “Hmm... begitulah. Tapi udah jalannya gitu, mau gimana lagi.”
            “Makanya besok kalo pada pergi naik motor ati-ati ya.”
            “Kalo kaya gini rasanya jadi keinget omongannya orangtua pas kita mau berangkat sekolah disuruh ati-ati tapi kadang-kadang kita bandel.”
            “Jadi pelajaran hari ini adalah...”
“Jangan terburu-buru melakukan sesuatu.”
            “Hati-hati pas naik motor.”
            “Nurut omongan orang tua.”
            “Dan tolonglah oranglain ketika ia membutuhkan.”
            “Satu lagi, gunakan rasa kemanusiaan kita karena kita adalah manusia. Kalo kita nggak punya perikemanusiaan apa masih pantes kita dipanggil manusia?”
            “Betul sekali!”
“Udah yuk pulang.”
            “Dadaaaah temen-temen.”
            “Daaaaaaaah....”

Sabtu, 10 September 2011

dan rindu --bersemayam dalam lingkaran tak bercelah--


tika senja menjelma indah
aku terbelenggu resah
terpenjara gundah
berselimut gelisah.
Marah

ah
rindu lagi lagi maju
membalut kalbu
yang tak kunjung bertemu.
Semu

oh hati
sunyi
basi.
Namun tak mati

kerna kangenku melantun merdu
dan rindu
bersemayam dalam lingkaran tak bercelah. Kamu

Rabu, 24 Agustus 2011

~Opening


            For the first time–ciaelaah suiit suuiiit–, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas ijin-Nya, blog ini “ada”.
            Langit Hijau Rinai Razalia Manoni, putri pertama dari sepasang suami-istri: Timur Sinar Suprabana dan Dewi Nurliyanti. Kakak dari seorang putri ke-dua bernama Laut Padi Sih Sesami. Lahir di Semarang, 6 Januari 1996. Saat ini (2011) berstatus siswa kelas XI-Bahasa di R-SMA-BI 1 Boja.
            Punya banyak hobby. Renang, baca novel, nonton kartun, tidur, gowes, nulis apapun, pura-pura jadi psikolog, niup bunga dandelion, motret, dipotret, nge-pump,  berkelana di dunia maya, dan sepertinya “nge-blog” bakal jadi hobby baruku. Welcome!
            Then, aku punya cita-cita jadi psikolog, penyiar radio, penulis, dan seseorang yang dibutuhin dalam berbagai hal penting.
            Aku phobia ular, daging kambing, sirine, dan keranda.
            Nah! Aku dikenalin dunia blog sama pacarku: seorang cowok bernama Dian Wisnu Setiawan, tertarik banget sama blog. Tapi masih bingung juga ini blog harus aku apain. Eeeeeh ternyata, guru pelajaran sastra di sekolah mengharuskan siswa-nya punya blog buat tugas karya tulis. Jadi manfaat deh ini blog.
            Blog Nona Manis in Story ini, kosong dan dianggurin sekitar 2 bulan. Buat ke depan-nya, let it flow like the wind, guys. Lama-lama juga ini blog bakal keisi banyak “sampah” dari hatiku. Boleh yaa “nyampah” di sini.
            Well, for the last. Thank’s so much buat pengunjung-pengunjung yang aku yakin pasti bakal ada yang seneng, dongkol, kecewa bahkan mungkin marah. Tanpa kalian blog-ku bakal sepi. Hope you all like my story.
            Let’s enjoy it! See :)